Spraying Champagne Tradition in Motorsport
Dalam dunia motorsport, seperti F1 maupun MotoGP kita selalu menyaksikan selebrasi Spraying Champagne diatas podium, ada cerita yang menarik tentang bagaimana tradisi ini terjadi di dunia F1 ini terlahir. Awalnya, tradisi tersebut hanyalah memberikan champagne bottle kepada sang pemenang di sirkuit F1 pada tanggal 13 Mei 1950 saat kejuaraan tersebut digelar di sirkuit Silverstone.
Satu botol champagne rutin diberikan sebagai hadiah setiap tahun tanpa adanya insiden, hingga pada tahun 1966, tutup botol tersebut popped out dengan sendirinya dikarenakan suhu yang cukup panas saat akan diberikan kepada Jo Siffert yang berhasil menjuarai kompetisi 24 Hours of Le Mans.
Kejadian itu dapat menyebabkan cedera yang berat akibat tutup botol champagne dapat terbuka dengan force yang besar. Tekanan di dalam botol champagne setara dengan tekanan angin ban dari double-decker bus yang membuat tutup botol terbuka layaknya sebuah missile. Meskipun tidak menimbulkan cedera apapun, namun kejadian terbukanya tutup botol champagne tersebut menimbulkan sebuah awkward moment. To lighten the mood, Jo Sieffert kemudian secara spontan menyemprotkan isi botol kepada para penonton. Pada tahun selanjutnya, Dan Gurney, melanjutkan tradisi tersebut yang akhirnya timbul sebagai tradisi kemenangan di kompetisi F1.
Tidaklah sulit untuk menyimpulkan mengapa tradisi ini muncul, karena para champagne makers merupakan marketing access yang membuatnya mampu menjual wine hingga 300 juta liter per tahun.
Terkait dengan budaya wine spray di podium F1, wine purists mengatakan bahwa budaya tersebut hanya sebuah vulgar display dari philistinism.
Uniknya, sebuah champagne company yang sudah berkecimpung cukup lama di wine scene, yaitu Mumm, yang saat ini dimiliki oleh pria asal Perancis, Pernod Ricard, justru muncul sebagai bagian penting di budaya wine spray di podium F1.
Saat G. H. Mumm menandatangani kontrak untuk menjadi official champagne bagi kejuaraan F1, Mumm memperkenalkan special Jeroboam yang diproduksi dengan botol berukuran 3 liter yang dijual bersama sebuah luxurious case berbahan carbon fibre yang dapat ditemukan di high-end liquor stores.
Meskipun begitu, para wine purists tetap menggambarkan tradisi tersebut sebagai a wasted gesture karena champagne yang dibuang secara percuma dan bukan diminum. Hal ini berkaitan dengan pernyataan “Champagne is meant to be drunk (not sprayed) in moments of victory because you deserve it and in moments of sadness because you need it.”
Hingga saat ini tradisi turun temurun itu tetap berlanjut, dalam seremoni podium di dunia balap.
Tahun 2015 lalu Lewis Hamilton mendapatkan kecaman dari beberapa pihak karena menyemburkan Champagne secara diarahkan ke muka Hostess di GP Shanghai, well... rasanya itu terlalu berlebihan untuk diprotes.
Karena tidak pernah ada kecaman untuk Rossi dan teman-teman di MotoGP yang selalu menyembur para wanita-wanita cantik yang ada diatas podium.